Data Banyumas: Tingkat Penghunian Kamar Hotel Berbintang Turun, Tapi yang Non Bintang Naik

Data Banyumas: Tingkat Penghunian Kamar Hotel Berbintang Turun, Tapi yang Non Bintang Naik


71 kali dibaca

18 Aug 2025
EKONOMI

Di balik geliat pariwisata Banyumas, ada data yang menarik untuk dicermati. Tingkat Penghunian Kamar (TPK) hotel pada Agustus 2024 tercatat menurun jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Uniknya, penurunan ini hanya terjadi pada hotel berbintang, sementara hotel non bintang justru mengalami peningkatan. Perubahan ini bisa jadi sinyal adanya pergeseran perilaku wisatawan maupun dinamika baru dalam industri perhotelan di Purwokerto dan sekitarnya.

 

Tren penurunan di hotel berbintang
Berdasarkan laporan BPS Oktober 2024, TPK hotel di Banyumas turun dari 25,40% pada Agustus 2023 menjadi 24,66% di Agustus 2024. Angka ini terlihat kecil, tapi penting dicatat bahwa penurunan sebesar 1,29% hanya dialami hotel berbintang. Padahal, hotel berbintang biasanya dijadikan tolok ukur kualitas pariwisata karena menawarkan fasilitas lebih lengkap. Jika tren ini berlanjut, tentu akan berdampak pada ekosistem wisata, mulai dari lapangan kerja hingga daya tarik kota bagi wisatawan.

 

Fenomena hotel von bintang yang meningkat
Berbeda dengan hotel berbintang, hotel non bintang justru mengalami peningkatan TPK sebesar 0,97%. Meski angka tersebut tidak terlalu besar, arah perubahannya cukup kontras. Ada dugaan bahwa wisatawan kini lebih berhati-hati dalam pengeluaran dan cenderung memilih penginapan murah. Namun, ada juga spekulasi bahwa peningkatan ini bisa terkait dengan maraknya penggunaan hotel non bintang untuk kebutuhan singgah singkat atau bahkan aktivitas yang berkaitan dengan “jasa aplikasi ijo”. Data lain yang menguatkan analisis ini adalah rata-rata lama menginap di Banyumas yang hanya 1,04 malam.

 

Dampak bagi industri pariwisata lokal
Jika wisatawan lebih banyak memilih hotel non bintang, maka standar pengalaman wisata di Banyumas bisa bergeser. Hotel berbintang yang selama ini menjadi daya tarik karena kualitas layanan, bisa kehilangan perannya. Sebaliknya, hotel non bintang perlu meningkatkan profesionalisme agar tidak hanya menjadi alternatif murah, tapi juga pilihan yang nyaman. Perubahan ini juga menjadi alarm bagi pemerintah daerah untuk lebih teliti dalam merancang strategi pariwisata, sehingga arah pengembangan bisa sejalan dengan tren baru yang muncul.

 

Data ini bukan sekadar angka, tapi cermin perubahan perilaku wisatawan yang patut ditelaah lebih jauh. Apakah benar wisatawan mulai menghemat anggaran? Ataukah ada faktor sosial lain yang memengaruhi tren ini? Yang jelas, sektor perhotelan Banyumas tidak bisa tinggal diam menghadapi dinamika ini.