Korupsi biasanya identik dengan pejabat negara. Tapi bagaimana jika dugaan itu justru muncul di bangku sekolah, bahkan melibatkan seorang ketua OSIS yang dikenal berprestasi? Kasus di salah satu SMA favorit Purwokerto ini bikin publik geleng-geleng kepala.
Dari Euforia Event ke Skandal Keuangan
Smalazone, sebuah acara tahunan yang digelar OSIS pada 6 September 2025, berlangsung meriah. Ribuan siswa dan alumni hadir, sponsor ikut mendukung, dan panitia menampilkan konsep yang dianggap paling megah dalam sejarah sekolah tersebut.
Namun, di balik kemeriahan itu, beredar kabar mengejutkan. Hampir Rp50 juta dana kegiatan diduga raib dibawa kabur oleh ketua OSIS sendiri. Alih-alih digunakan untuk kebutuhan organisasi, uang itu disebut-sebut dipakai untuk kepentingan pribadi.
Kabar ini sontak membuat publik heboh. Bagaimana mungkin seorang pemimpin OSIS yang semestinya jadi teladan justru terseret isu penyalahgunaan dana? Apalagi, Smalazone dikenal sebagai kegiatan bergengsi yang selalu ditunggu siswa.
Respon Sekolah yang Dinilai Tanggung
Pihak sekolah tak tinggal diam. Investigasi internal dilakukan, dan sanksi dijatuhkan kepada terduga pelaku. Namun, langkah tersebut dianggap setengah hati.
Alih-alih mengeluarkan siswi bersangkutan, pihak sekolah tetap mempertahankannya dengan alasan “berprestasi”. Menurut pihak sekolah, pencapaian akademik dan non-akademik yang dimiliki siswi itu tak bisa diabaikan begitu saja.
Keputusan ini justru menuai kritik. Banyak pihak menilai bahwa prestasi tidak bisa menjadi tameng atas dugaan penyimpangan serius. Apalagi, nilai yang dipermasalahkan tidak kecil. Publik pun bertanya-tanya: apakah sekolah lebih peduli menjaga citra daripada menegakkan integritas?
Klarifikasi di Media Sosial
Sementara itu, akun resmi Smalazone maupun OSIS mencoba menenangkan suasana dengan mengunggah klarifikasi. Namun, kontennya dinilai terlalu normatif.
Mereka hanya menekankan bahwa semua tanggungan kepada pihak ketiga, seperti vendor dan sponsor, sudah dibereskan. Tidak ada satu kalimat pun yang menyebutkan soal dugaan korupsi Rp50 juta itu.
Alih-alih meredam, klarifikasi ini justru menambah kecurigaan. Publik menilai OSIS dan sekolah hanya ingin menutup rapat aib internal, bukan benar-benar transparan.
Lebih dari Sekadar Rp50 Juta
Jika ditarik lebih jauh, kasus ini bukan sekadar soal uang yang hilang. Ada isu yang lebih mendasar, yaitu budaya integritas di lingkungan pendidikan.
Sekolah adalah ruang pembentukan karakter. Jika di tingkat OSIS saja sudah muncul dugaan praktik korupsi, bagaimana dengan jenjang kepemimpinan berikutnya? Mentalitas menghalalkan segala cara demi kepentingan pribadi bisa terbawa hingga dewasa, bahkan saat memegang jabatan publik.
Kasus ini juga menyingkap persoalan serius: lemahnya sistem kontrol dan transparansi dalam pengelolaan dana OSIS. Tanpa mekanisme akuntabilitas yang jelas, potensi penyalahgunaan akan selalu terbuka.
Kasus dugaan korupsi Rp50 juta di salah satu SMA favorit Purwokerto ini menjadi alarm keras. Bukan hanya soal nominal uang, tapi soal integritas dan kejujuran yang seharusnya ditanamkan sejak dini.
Jika benar terjadi, ini adalah pelajaran pahit bahwa mentalitas korupsi bisa tumbuh di mana saja, bahkan di ruang-ruang yang mestinya mencetak pemimpin masa depan. Sekolah seharusnya tidak hanya mencetak siswa berprestasi, tapi juga pribadi yang menjunjung tinggi kejujuran.
Pada akhirnya, publik berhak menuntut transparansi. Karena lebih dari sekadar nama baik sekolah, yang dipertaruhkan adalah masa depan generasi muda.